Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

DEMA UIN Surakarta: Tidak Ada Paksaan Registrasi Pinjol bagi Mahasiswa Baru

DEMA UIN Surakarta: Tidak Ada Paksaan Registrasi Pinjol bagi Mahasiswa Baru



Berita Baru, Surakarta – Isu mengenai keterlibatan Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Mas Said Surakarta dalam platform pinjaman online menjadi bahan perbincangan hangat di dunia maya. Publik dihadapkan pada gelombang simpangsiur informasi yang tak jelas, membuka cakrawala diskusi seputar dunia fintech dan pendidikan edukatif.

DEMA, yang dituduh memaksa para mahasiswa baru untuk mendaftar di platform pinjaman online, angkat bicara dalam konferensi pers yang diadakan di Gedung Student Center (SC) kampus UIN Raden Mas Said pada Minggu siang. Presiden Mahasiswa (Presma) UIN, Ayuk Latifah, menegaskan bahwa isu yang berkembang perlu diluruskan.

“Dalam situasi ini, pihak DEMA hanya menggandeng platform aplikasi marketplace yang sudah diverifikasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Kami tidak merekomendasikan pinjaman, tetapi hanya melakukan aktivasi akun untuk pengenalan,” ujar Ayuk Latifah dengan tegas.

Sementara berbagai asumsi miring terkait pinjaman online dan keamanan data memenuhi laman media sosial, Koordinator Sie Kerjasama DEMA, Diefa Octavia, mengklarifikasi bahwa tidak ada unsur paksaan dalam sistem kerjasama. “Mahasiswa baru tidak dipungut biaya sepeserpun saat registrasi, dan pengumpulan data diri hanya untuk aktivasi akun,” jelas Diefa.

Isu ini juga membangkitkan perbincangan tentang edukasi teknologi keuangan di kalangan mahasiswa. Ayuk Latifah menekankan pentingnya pemahaman tentang fintech, terutama dalam mencegah penyalahgunaan layanan pinjaman online.

“DEMA UIN Raden Mas Said Surakarta berikhtiar memberikan pengenalan terhadap bentuk-bentuk media dari teknologi keuangan tersebut, bukan malah memberikan instruksi untuk mendaftarkan diri di aplikasi pinjaman online sebagaimana isu yang beredar,” ungkap Ayuk.

Lebih lanjut, Presma Ayuk Latifah menyarankan bahwa pendidikan edukatif mengenai fintech harus ditingkatkan. Kasus terjeratnya sejumlah mahasiswa dengan pinjaman online illegal menjadi contoh betapa minimnya pemahaman mengenai teknologi keuangan. Fintech sebagai bagian baru dalam ekosistem keuangan memerlukan pemahaman yang mendalam agar mahasiswa dapat memanfaatkannya dengan bijak.

Pada akhirnya, isu kontroversial ini memunculkan refleksi mengenai tradisi dan modernitas. Dalam era fintech yang tumbuh pesat, asas “memelihara tradisi lama yang baik dan mengambil tradisi baru yang lebih baik” menjadi prinsip yang relevan dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Dengan edukasi yang tepat, generasi muda diharapkan dapat menghadapi kemajuan teknologi keuangan dengan bijak dan bertanggung jawab.